Sepenggal Malam di Tugu Muda


 


Sabtu malam bulan purnama, penulis ada pas di taman serta air mancur Bundaran Tugu Muda Semarang. Ringkik capek solar serta pertamax berhamburan, daya ingat personal bawa pada satu momen Pertarungan Lima Hari di Semarang yang berlangsung pada tanggal 14 s.d. 18 Oktober 1945 yang lalu.


Di sekitar Tugu Muda berikut dulu, pemuda serta warga Kota Semarang, Salatiga Kabupaten Kendal, Grobogan, serta Demak berpadu padu menjaga serta merampas Kota Sema-rang dari pendudukan Tentara Kido Butai Jepang.


Tidak mengenali capek, beberapa patriot pejuang kerakyatan dalam momen Pertarungan Lima Hari di Semarang lakukan perlawanan, dida-sari sikap tulus, ikhlas berkorban jiwa, raga serta harta benda.




Penjara Wanita Bulu, Gedung Lawang Sewu, serta Museum Diponegoro, ialah saksi bisu bercecernya darah serta bergelimpangnya raga beberapa pe-juang rakyat sebagai korban keganasan Pertarungan Lima Hari di Semarang.


Mencari Situs Slot Yang Amanah


Itu semua ialah bentuk riil filosofi "Sedumuk Bathuk Senyari Bumi", yang perlu masih membara di tiap dada rakyat Indonesia yang masih tetap dikasih peluang mengisap nyamannya udara kemerdekaan, untuk selalu menjaga tiap jengkal tanah di bumi Indonesia serta isi kemerdekaan dengan beberapa pekerjaan positif serta kreatif untuk perkembangan pembangunan serta kenaikan kesejahteraan warga.


Itu jadi pekerjaan serta keharusan kita, untuk bentuk tanggung jawab kita untuk bangsa yang besar, yakni bangsa yang pintar menghargai serta menghormati layanan beberapa pahlawan kusuma bangsa, dengan meneruskan harapan perjuangannya serta merealisasikan pembangunan yang lebih bagus untuk kesejahteraan warga.


Malam hari ini, penulis menulis jejak sekujur Tugu Muda yang istimewa ini, untuk kembali kenang serta menghargai layanan beberapa pahlawan pejuang yang sudah luruh, sekaligus juga mawas diri buat kita, apa kita sudah melakukan mandat beberapa pejuang yang sudah luruh dengan sebagus-baiknya?


Sudahkan kita membuat tata kehidupan yang bertambah bermartabat, hingga dapat melepas diri dari belenggu 4 (empat) kritis yang sekarang menempa kehidupan bermasyarakat, berbangsa, serta bernegara, yakni : Kritis Jatidiri, Kritis Ideologi, Kritis Ciri-ciri serta Kriris Keyakinan?


Tetap penulis peringatkan, jika ke-4 kritis itu jika tidak kita hindari, maka menghancurkan persatuan serta kesatuan dan menyebabkan bertambah fatal, yakni hancurnya NKRI. Jika persatuan serta kesatuan telah retak serta NKRI hancur, karena itu sebagai korban serta merasai menderita tentu saja rakyat kita , sesaat yang membuat permasalahan tidak bertanggungjawab.


Oleh karenanya, penting kita berikan benar sikap untuk junjung tinggi serta melakukan 5 (lima) loyalitas Negara Indonesia, yakni: Negara Kesatuan Republik Indonesia, untuk tanah tumpah darah sebagai kebanggaan kita serta harus kita menjaga bersama-sama keutuhannya; Pancasila, untuk falsafah, pandangan hidup, ideologi, serta fundamen negara Indonesia; Undang-undang Fundamen 1945, untuk lan-dasan konstitusional Indonesia; Bendera Merah Putih untuk simbol keberanian (warna merah) untuk menjaga NKRI dengan didasari kemauan yang suci (warna putih), bagus di dalam pemikiran, perkataan atau aksi ; serta Bhinneka Tunggal Ika, untuk perekat per-satuan serta kesatuan Indonesia.


Disamping itu, mutlak kita mematuhi ketentuan yang berlaku, agar kehidupan bermasyarakat, berbangsa serta bernegara berjalan sesuai, cocok, setimbang, dan terbentuk situasi yang sejuk serta aman. Situasi sejuk serta aman itu benar-benar kita butuhkan, supaya kita dapat jalankan kesibukan kehidupan dengan nyaman, damai, damai, serta lancar untuk capai kesejahteraan.


Popular posts from this blog

flooding danger being actually the best remarkable in our poll